-->
×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan utama destop

Iklan Utama

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Nobar dan Diskusi Film “Before Your Eat” Tentang Peran Pemerintah Atas Realita Persoalan ABK Perikanan Indonesia

Selasa, 05 Juli 2022 | 19:40 WIB Last Updated 2022-07-20T11:19:00Z
Suasana saat acara nobar film “Before Your Eat” di Wana Wisata Siti Sundari Desa Burno Kecamatan Senduro.

Lumajang - Pemutaran film dokumenter yang diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia berjudul “Before Your Eat” (BYE) dengan durasi 100 menit membuka fakta bahwa tentang  aktivitas perikanan ilegal yang dikenal dengan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) fishing, yang termasuk didalamnya adalah praktik perbudakan dan perdagangan orang yang menimpa anak buah kapal (ABK) dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia.


Nobar film BYE di Lumajang yang diselenggarakan oleh DPC SBMI Lumajang dan didukung oleh LSM Raja Giri Lumajang ini dilaksanakan di lokasi Wana Wisata Siti Sundari desa Burno Kecamatan Senduro, Senin (04-05-2022) dihadiri oleh lebih dari 90 orang penonton dari berbagai kalangan.


Film tersebut mengungkap fakta tentang eksploitasi yang dialami para ABK sejak sebelum berangkat, selama di kapal, hingga tiba kembali di Tanah Air. Beberapa gambar bahkan direkam langsung oleh para ABK menggunakan telepon seluler mereka.


Nasib anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal-kapal ikan asing di laut lepas tak senikmat hasil tangkapan mereka yang tersaji di restoran-restoran mahal. Kekerasan fisik, jam kerja yang panjang, makanan yang tidak layak, sakit tanpa pengobatan hingga berujung kematian kerap mereka alami.


Para ABK juga berbagi kisah perjuangan menuntut hak mereka dan rekan-rekan mereka yang meninggal karena sakit hingga dilarung ke laut tanpa persetujuan keluarga. Kekerasan yang dialami, kontrak kerja yang tidak jelas, dan muslihat agen-agen perekrutan serta prosedur pengiriman ABK yang sumir, membuat praktik ini disebut sebagai ‘perbudakan modern’.


Menurut catatan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), sejak September 2014 hingga Juli 2020 terdapat 338 aduan terkait kerja paksa di laut yang dialami ABK Indonesia di kapal ikan asing. Pada 2020, jumlah pengaduan yang masuk sebanyak 104, meningkat dibanding tahun 2019 sebanyak 86 pengaduan.


Pada tahun 2021, SBMI kembali mendapat pengaduan kasus ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing sebanyak 188 kasus.


Praktik perbudakan ini telah merampas hak asasi para ABK sebagai manusia dan harus segera diakhiri. Carut marut tata kelola penempatan ABK Perikanan, kebijakan yang belum berpihak terhadap ABK Perikanan, penindakan hukum yang lemah dan pengawasan yang minim menjadi penyebab praktik-praktik yang melanggar HAM ABK masih terus terjadi.


Di luar itu, perlu adanya pembentukan kesadaran dari masyarakat Indonesia untuk dapat memahami isu perbudakan ABK dan juga penegasan sikap untuk dapat mencegah perbudakan pada ABK, baik  yang bekerja di kapal asing maupun ABK yang bekerja di dalam negeri.


Pada sesi diskusi, panitia penyelenggara menghadirkan empat narasumber, yaitu, Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno, Juru Kampanye Greenpeace Arifsyah Nasution, Kepala Disnaker Lumajang dr Rosyidah dan Mashuri mantan ABK yang juga menjadi salah satu pemain film BYE.


Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lumajang, dr Rosyidah mengatakan, film BYE ini sangat baik untuk disebarluaskan atau dijadikan konsumsi publik agar masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri, khususnya di sektor ABK perikanan menjadi tahu tentang begitu sulitnya mereka ketika berangkat melalui jalur yang tidak resmi.


Oleh karena itu, sebagai Kepala Disnaker, dr Rosyidah akan berupaya secara maksimal menggandeng berbagai pihak untuk  mengajak masyarakat agar terus menyuarakan terkait proses keberangkatan PMI secara legal melalui Disnaker Kabupaten Lumajang.


“Kami menghimbau masyarakat yang akan bekerja ke luar negeri agar jangan sampai terpancing atau terjerumus oleh iming-iming calo atau iklan di medsos. Tanyakan secara detail ke Disnaker agar masyarakat tahu jalur yang resmi atau legal”, himbau Rosyidah.


Juga hadir pada acara tersebut, Deddy Hermansjah Aktivis lingkungan hidup yang juga Ketua LSM Raja Giri Lumajang,  mengaku tertarik untuk ikut mendukung penyelenggaraan nobar ini karena menilai SBMI tidak pernah surut melakukan upaya perlindungan terhadap buruh migran.


Menurut Deddy, fim BYE ini adalah sebuah karya seni bernilai mahal dengan muatan edukasi yang semestinya pemerintah-lah yang harus mengambil peran dan punya tanggung jawab lebih untuk memberikan edukasi kepada masyarakat secara berkelanjutan, sehingga masyarakat mendapatkan pemahaman yang utuh tentang proses bekerja ke luar negeri yang sesuai prosedur.


“Terkait adanya oknum orang perorangan atau perusahaan yang tidak bertanggung jawab terhadap PMI yang ditempatkan, ini sudah masuk pelanggaran Hak Asasi manusia (HAM). Negara harus memberikan hukuman yang berat kepada oknum dan penanggung jawab perusahaan yang telah menelantarkan PMI, karena hal ini terkait dengan nyawa manusia, juga terkait dengan harkat dan martabat manusia dari seorang warga negara yang seharusnya mendapat perlindungan dari Negara”, tandas Deddy. (Her)

×
Berita Terbaru Update