![]() |
Lumajang – Dengan banyaknya laporan
dari petani terkait harga penjualan pupuk bersubsidi melebih harga eceran
tertinggi atau HET sampai membuat tim komisi pengawas pupuk dan pestisida (KP3)
beberapa waktu lalu melakukan sidak ke beberapa lokasi. Hasilnya benar, banyak
pemilik kios yang menjual harga di atas HET.
“Minimnya
sosialisasi yang dilakukan Pemkab Lumajang pada seluruh pemilik kios membuat
mereka semena-mena dalam menjual pupuk. Mereka sering memaketkan seluruh pupuk
subsisi, padahal kebutuhan petani berbeda-beda,” demikian ungkap Ishak Subagio
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Lumajang.
“Pemilik kios
menganggap RDKK itu sama dengan pesan pupuk, sedangkan definisi secara harfiah
sudah jelas, itu perencanaan. Kalau petani sedang tanam padi pasti jarang atau
tidak mungkin mengambil pupuk ZA. Sebaliknya, kalau petani tebu juga
kemungkinan besar tidak akan mengambil urea granul,” katanya.
Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK)
penerimaan pupuk subsidi kadang dimaknai sebagai pesanan. Akibatnya, tidak
sedikit pemilik kios menjual harga lebih tinggi dari harga eceran. Sebab,
petani tidak membeli seluruh jatah pupuk yang disediakan. Biasanya ketika
petani hanya membeli satu jenis pupuk dan tidak membeli paketan, maka harga
jual pupuk tersebut bakal dinaikkan. Hal itu dihitung pemilik kios untuk
mengganti rugi ketersediaan pupuk lainnya yang tidak jadi di beli. Harganya
bisa naik puluhan ribu rupiah.
Ishak juga
memaparkan bahwa kecurangan-kecurangan tersebut hanyalah merupakan bagian kecil
dari tata kelola pendistribusian pupuk. Sebab, dari distributor ke pemilik
kios, dari kios ke kelompok tani dan ke petani punya banyak celah. “Dinas
Pertanian harus tegas, kalau ditemukan langsung kasih sanksi, bahkan bisa
langsung putus kerjsama dengan kios itu,” ungkapnya.
Selanjutnya,
Ketua KP3 Teguh Widjayono mengatakan, pengawasan peredaran pupuk subsidi
melibatkan banyak pihak sampai tingkat kecamatan. Seluruh PPL yang membina
kelompok tani di desa-desa juga ikut dilibatkan dalam melakukan pengawasan pada
kios-kios resmi penjual pupuk subsidi.
“Mereka PPL ini
membantu melakukan penyusunan perencanaan kebutuhan pupuk, kemudian melakukan
verifikasi. Selain itu mereka terlibat dalam menerima laporan keluar masuk dari
kios. Itu sudah di lakukan, terakhir, kami mendapat laporan kalau ada
selundupan pupuk di Klakah, beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Terungkapnya salah
satu kios yang menerima pupuk subsidi dari luar daerah seharusnya menjadi
catatan serius bagi Pemkab Lumajang. Sebab, pengawasan pada setiap pemilik kios
cenderung lemah. KP3 tidak bisa memastikan ketersediaan jumlah pupuk yang
keluar dan masuk dalam sebulan.
Berbagai Informasi dari berbagai sumber
yang berhasil dihimpun jurnalis media ini beberapa waktu yang lalu, pihak
kepolisian berhasil mengamankan tiga orang yang terlibat dalam penyelewengan
pupuk subsidi. Tiga orang tersebut di antaranya adalah pemilik kios di Desa
Kebonan Kecamatan Klakah, dan dua sopir asal Sumenep.
Menurut Ishak Subagio, belasan ton pupuk
bersubsidi yang masuk ke Lumajang tersebut kemungkinan besar untuk mencukupi
permintaan petani tebu. Sebab, harga pupuk non-subsidi jenis ZA mencapai Rp 280
ribu-an per 50 kilogram atau per zak. Terpaut jauh dengan harga pupuk subsidi.
“Petani tebu biasanya
yang menentukan harga sendiri. Kalau misal ada harga pupuk subsidi jenis ZA
yang mulanya harga Rp 85 ribu tetapi di jual dengan Rp 150 ribu, pasti mereka
beli karena mereka butuh banyak untuk lahan tebunya. Mereka milih Rp 150 ribu
ketimbang Rp 280 ribu yang non-subdisi,” ungkapnya.
Sementara itu, AKP Fajar Bangkit Sutomo, S.Kom - Kasat Reskrim Polres Lumajang menyampaikan, kurang lebih pupuk subsidi yang berhasil diamankan sekitar belasan ton. Pengakuan pemilik kios, dia menjual harga pupuk subsidi tersebut sekitar Rp 152 ribu per 50 kilogram atau per zak-nya.
Pihaknya akan segera gelarkan perkara
kasus ini untuk menetapkan siapa saja tersangkanya. "Kami masih memeriksa
tiga orang ini terlebih dahulu, nanti akan kami kabari info
perkembangannya", ungkapnya. (Her)